***Lina***
Segera
kulambaikan tangan saat sebuah bis besar dari arah pertigaan Kartosuro mulai
berjalan ke arah kami. Hari masih gelap. Hanya ada lampu kota remang-remang. Bis
tetap melaju. Ternyata bis mau masuk garasi, maka tak hendak menaikkan
penumpang. Tampak lagi sebuah bis besar
dari belokan itu, kulambaikan lagi tanganku. Aha.. rupanya bis pariwisata.
Maklumlah hari masih berselimut gelap, jadi tulisan tujuan bis tak bisa segera
terbaca. Sesaat kemudian, lewat lagi sebuah bis besar. Masih saja aku berharap
kondektur membukakan pintu untukku, karena aku harus mengajar jam 08.00 nanti.
Alhamdulillah, kali ini pintu bis benar-benar terbuka untukku. Terima kasih, ya
Rabb.
Bis berjalan
biasa saja. Tidak terlalu cepat, pun tak terlalu lambat. Sesekali berhenti,
menaikkan penumpang. Tampak wajah berseri penumpang yang akhirnya bisa masuk
bis. Kali ini aku sangat menikmati jalannya bis, meski beberapa kali berhenti
untuk menaikkan penumpang. Kuperkirakan masih cukup waktuku untuk bisa sampai
kampus. Jangan sampai aku tidak masuk kerja, bisa susah untuk mencari jadwal
penggantinya. Pun waktu masih pagi buta. Para penumpang itu hendak menuju
tempat tertentu dan berharap bis mampu mengantarkannya ke tujuan mereka.
Alangkah mulianya ikhtiar awak transportasi. Mereka mengatur jadwal sedemikian
rupa, agar mampu hidup dan tentu untuk membantu pencapaian tujuan para
penumpang.
Aku jadi
teringat pada kata mutiara yang diajarkan saat studi S1,
خَيْرُ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً وَأَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia itu, adalah yang terlebih baik budi
pekertinya dan yang lebih bermanfaat bagi manusia”.
Kalau pak sopir, kondektur dan segenap awak
bis bersungguh-sungguh mengurus masalah transportasi agar dapat membantu
pencapaian tujuan tiap orang, kiranya seperti itulah pentingnya orang belajar, berorganisasi
dan meningkatkan kapasitas diri dan organisasi. Ketika bis tak lagi lewat, maka
susah masyarakat menuju pasar, sekolah atau lainnya.
Ketika kita sekolah, maka aka nada banyak
peluang bagi orang lain untuk terbantu atas sumbangsih kita pada kemajuan ilmu.
Di manapun kita siap diminta berhenti para penumpang pembelajar yang berniat
menuju tujuan perjalanan hidupnya.
Lembaga pendidikan ibarat kumpulan bis.
Melakukan pengajaran, sebagaimana bis memberikan jasa transportasi. Yang
difikirkan oleh awak bis adalah bagaimana bisnya bisa memberikan layanan
terbaik kepada para penumpang. Agen tiket. Agar tahu jam keberangkatan dan jam
kedatangan di tempat tujuan. Karenanya penumpang dapat memperkirakan agenda
selanjutnya, dana pa pula yang harus dipersiapkan selama perjalanan. Harganya
relative tetap, dan jelas, tidak berubah setiap saat semaunya kondektur dan
tanpa bukti pembayaran. Maka diaturlah oleh pengelola bis: armada bis ada
sejumlah berapa, sopirnya siapa saja, kndekturnya siapa saja, siapa yg tugas
jaga tiket, siapa yg tugas membersihkan bis agar bis tetap dalam keadaan bersih
dan nyaman, selamat.
Demikian pula pendidikan. Ketika mengorganisir
diri, sudah selayaknya belajar dari layanan transportasi. Lembaga pendidikan
mempersiapkan tenaga SDM yang akan mengendalikan, mengurus, merawat
kemanusiaan. Maka orang perlu belajar dan belajar. Orang perlu pula memberikan
layanan terbaik kepada setiap anak didiknya, membuatnya mengerti apa yang
mereka pelajari. Di sinilah pentingnya guru mengajarkan pada anak didik tentang
kebermanfaatan ilmu yang sedang dipelajarinya.
Belajar membaca Al-Qur’an misalnya.
Kebermanfaatan membaca Al-Qur’an tidak serta-merta mencetak da’i kondang, atau
ahli tafsir Qur’an, atau mencetak ahli
lajnah pentashih Qur’an. Bukan itu saja. Masih ada banyak sisi-sisi Al-Qur’an yang
masih urgen dan strategis kita ajarkan
kepada anak didik, sejak dalam kandungan, usia dini, SD, SMP, SMA, Perguruan
Tinggi, pasangan keluarga, hingga lansia. Mustilah diorganisir dengan
sebaik-baiknya tiap tingkatan itu dalam hal manajemennya, tentu agar peserta
didiknya dapat terlayani dengan baik. Dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan
benar sesuai makhraj dan tajwidnya, ada kesediaan dan motifasi untuk membaca
arti dan terjemahnya, dapat memahami kandungan isinya Al-Qur’an.
Lembaga pendidikan yang senantiasa
mengupayakan tercapainya tujuan para penumpangnya, yaitu peserta didiknya,
kebermanfaatan yang dapat diraihnya, insyaallah Allah berikan padanya kehidupan
yang baik, pahala yang lebih baik daripada apa yang telah diupayakannya
(An-Nahl : 97)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ
أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Siapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. (16: 97)
Penting bagi lembaga pendidikan mengatur jam
keberangkatan dan jam tiba, saat mulai belajar dan kapan mengakhirinya,
menyusun guru siapa yang akan bertugas mengajar, siapa asisten guru yang
bertugas mempersiapkan segenap peralatan yang diperlukan selama pengajaran,
siapa yang bertugas membersihkan ruang kelas dan kamar mandi, memastikan ruang
kelas bersih dan nyaman untuk pembelajaran. Bagaimana pula sikap dan perilaku
‘pelayan-pelayan’ pendidikan dalam memperlakukan peserta didik. Tentu mustilah
baik dan menyenangkan, dapat menjadi teladan, sebagaimana pak sopir dan
kondektur mustilah ramah kepada setiap penumpangnya. Bukan sebaliknya,
melakukan ancaman dan penuh tekanan pada anak didik, dengan dalih apapun. Agama
hadir untuk membebaskan jiwa manusia untuk menghadapkan diri hanya pada Allah
Sang Pencipta. Dari-Nya kita hadir di bumi, pada-Nya jua kita kan kembali.
Dengan demikian, guru perlu diupayakan
kesejahteraannya, dijamin kenyamanannya dalam mengajar. Dengan apa? Bukan
semata dari lembaran rupiah, namun juga lingkungan dan suasana yang
menggairahkan budaya kerja, membuka kran-kran studi lanjut bagi para guru, baik
memanfaatkan peluang beasiswa yang mensyaratkan penguasaan Bahasa Inggris,
maupun koordinasi-koordinasi internal yang mencerahkan dan mencerdaskan para
guru. Bukan semata merampungkan tugas administrative kependidikan, meski itupun
menyita cukup banyak energy guru.
Guru, sebagaimana sopir, mustinya mempersilakan
kepada anak didik untuk turun di pemberhentian mana pun. Tidak bisa sopir
memaksa semua penumpang untuk turun di pemberhentian terakhir tujuan
perjalanan. Dalam konteks inilah, setiap lembaga pendidikan, di tingkat
manapun, perlu melakukan pembenahan dan refleksi layanannya. Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 29 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar