Sabtu, 23 Februari 2019

Pagi di Kanoman







Oleh: Sri Lestari Linawati


🌧💦💧🌧💦💧






Tanah masih basah,
Semalam hujan tlah mengguyur petak ini,
Daun-daun kering yang berguguran tlah menempel di tanah itu,
laron-laron tlah menyiapkan pasukannya,
terbang mewarnai angkasa,
menandai semarak hujan.

🌱☘🌿

Pepohonan di kanan kiri jalan,
tampak indah bermekaran,
meski tampak sama hijaunya,
namun semuanya memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.
Ada pohon daun suji yang hijau pekat lurus memanjang, insulin yang bagai jari tangan melambai, daun singkong dengan jumlah sub daun yang simetris, pohon murbei yang menjulang, pohon pepaya aneka jenis, pohon mlinjo yang kokoh berdiri, pohon nangka yang menghunjam bumi, dan masih banyak lagi jenis pepohonan bertebaran di muka bumi.

🎋☘🌿

Pelajaran apakah yang bisa kita ambil?
Di dalam kitab suci Al-Qur'an tlah diajarkan,
Bahwa Tuhan Allahlah yang menurunkan air hujan dari langit,
lalu ditumbuhkanNya pepohonan,
untuk kita makhlukNya.
Alangkah indahnya.
Elok di mata,
elok di perut,
elok di sehat kita,
elok tuk kesembuhan kita,
elok bagi kedamaian sluruh ummat manusia.
Maha Suci Allah.

📚🌷☘

Keragaman jenis tumbuhan itu,
tlah juga mengajarkan padaku,
adanya keragaman manusia ciptaanNya,
tiap jiwa pasti memiliki bentuk dan ukuran yang sangat mungkin berbeda-beda, antara satu dengan lainnya.
Semua bertasbih mengagungkan asmaNya,
sebagaimana pepohonan dan bunga-bunga tumbuh dan mekar mengharumkan alam semesta.

🌴🍁🌻

Semua tlah Dia ciptakan dalam keseimbangan.
Simetris.
Sarat dengan hitungan matematis yang sangat cermat.
Takaran warna pun memiliki perbedaan. Satu saja yang kita tahu: indah.
Andai kita mau mencermati, kita hitung berapa prosentase hijau pekat, berapa juga prosentase hijau muda dalam sebuah dedaunan saja.
Kita pun kan takjub dibuatnya. Semua telah Dia ciptakan dalam takaran nan sempurna.
Tuhan pun mencipta dan terus mencipta.
Dia tidak lelah untuk memulai penciptaan.
Bahkan daun kering pun tak akan jatuh ke bumi tanpa ijinNya.
Anda tak percaya?
Silakan Anda buktikan!

🖥📡☎

Bagaimana caranya?
Cukuplah Anda keluar rumah.
Perhatikan seksama sebuah daun yang sudah kering.
Logikanya, daun itu akan jatuh begitu saja saat diterpa angin.
Ini kan logika kita, Lur. Bahkan saat daun itu sudah konthal-kanthil..
ia lepas dari tangkainya,
hanya ada rumah laba-laba yang membuatnya menyangkut di salah satu ujungnya,
angin sekali lagi menerpanya,
lebih kencang lagi,
tapi...
daun kering tidak jatuh juga,
bahkan hingga matamu lelah melihatnya,
jika Dia belum mengijinkannya jatuh,
daun pun senantiasa tunduk patuh pada ketentuan Sang Pencipta.

🕋🤲🙏🏻

Adapun kita,
logika apakah yang kita yakini dalam hidup ini?


🌧💦💧🌱☘🌳🕋


Kota Budaya, 17 Jumadil Akhir 1440 H.


# SalamLiterasi
# BukuBergerak
# PustakaMu
# BacaTulisBaca
# MasyarakatBerdaya


Sri Lestari Linawati hobi mendaki dan baca puisi. Sekolah Balita BirruNA, PAUD Berbasis Alam dan Komunitas, adalah salah satu dedikasinya tuk anak negri. Keragaman hayati dan budaya Indonesia, mustilah jadi nyanyian indah anak-anak negri, dengan riset dan tari nyanyi sufi. Lina bisa dihubungi di email: sllinawati@gmail.com

Kamis, 21 Februari 2019

Matahari Bersinar Tanpa Menghitung Siapa yang akan Berterima kasih

 
Pengajian Embun Pagi Sidomulyo Godean DIY


Oleh: Sri Lestari Linawati


Bersinar setiap hari. Menyinari segenap negri, segenap penjuru. Siapapun, apapun, akan disinarinya. Matahari tak akan bertanya terlebih dahulu, siapa yang akan berterima kasih padanya. Matahari tak akan berfikir, hanya mereka yang berterima kasih yang akan diberi sinarnya. Inilah filosofi kebaikan.

Demikian kajian ahad pagi jam 06.00-07.00 Pengajian Embun Pagi 1 Sidoarum Godean yang disampaikan oleh Bapak Dr. Ir. Sukamta, MT, IPM. Wakil Rektor 1 UMY.  

Beliau menguraikan hal itu, sebagai lanjutan uraiannya tentang tiga karakter manusia menurut surat Al-Fathir: 32. Tiga jenis itu adalah orang yang menganiaya diri sendiri, orang pertengahan dan orang yang ikhlas. Saya kira kita sering mendengarkannya, namun mengaji dan mengkaji kembali makna dan hakikat tiga karakter manusia, akan menyadarkan kita tentang amalan yang musti kita perbuat.

Karakter orang sebagaimana disebutkan, mengajarkan kita untuk meningkatkan iman dan taqwa kita. Ikhlas adalah sikap utama. Ternyata ikhlas itu lebih mengedepankan sikap berbuat baik lebih dulu, bagai matahari yang tiada lelah tuk bersinar.

Orang pertengahan adalah orang yang selalu menghitung dulu, apakah kebaikannya nanti mendapat banyak pahala atau tidak. Dalam kesehariannya, dzikirnya "pahala.. pahala.. pahala..". Dalam dunia kerja, dzikirnya "honor.. honor.. honor..". Semua hal dihitungnya. Ups, memang amat tidak mudah ya, Lur..

Menghitung. Berhitung. Ini kan kecerdasan matematis. Bahwa kita pandai berhitung, itu bagus. Apalagi sebagai bendahara, musti cermat dalam menghitung. Namun, Lur, ternyata dalam hal berbuat baik, kita musti pintar memanaje sikap batin yang suka 'ngitung-itung' ini.

Swear tak mudah, Lur, aku pun tahu. Namun saat kita mengingat betapa bekal kita untuk hidup yang kekal musti cukup, betapa kita amat sangat mengharapkan uluran kasih sayang dan kuasa Allah, yang luasnya antara langit dan bumi.

Itu sekilas kajian yang sempat kubagikan, Lur. Masih banyak lagi mutiara hikmah dalam pengajian itu, namun dibawa masing-masing oleh setiap jamaah yang senantiasa rajin hadir tiap ahad pagi itu. Tanpa presensi kehadiran mereka hadir dari berbagai penjuru desa. Panitia pun cukup menghitung dari gelas yang tersaji. Paradigma yang sangat sederhana.

Aku belajar bahwa niat baik itu musti diwujudkan, dengan sederhana pun bisa, tanpa harus ndakik-ndakik dan mengerutkan kening. Jalani dan terus ikhtiar tuk berikan layanan terbaik bagi jamaah. Insyaallah, Allah akan pertemukan kita dengan orang-orang baik pula, orang-orang yang senanriasa merindukan kampung surgawi nan penuh kedamaian bertabur kemuliaan.

Semoga kita bisa saling menguatkan langkah di jalan dakwah: Indonesia Berkemajuan. Salam Literasi.[]


Yogyakarta, 17 Februari 2019



Audio rekaman pengajian dapat didengarkan di sini:

https://soundcloud.com/sri-lestari-linawati/pengajian-embun-pagi-1-17-febr-2019


baca:

KELOMPOK PENGAJIAN EMBUN PAGI – Permudah Warga Menambah Ilmu Agama

Bersahabatlah dengan Anak




foto: fb SMP Muhammadiyah Ngemplak Sleman DIY



Oleh: Sri Lestari Linawati


“Dik, bisa menggantikan saya di acara itu?” tanya mas Jamal di whatsapp sore itu dengan menunjukkan surat undangan permohonan yang ditujukan pada beliau. Terbaca “besok pagi jam 07.30, parenting dan pengajian di SMP Muhammadiyah Ngemplak Sleman”. Segera saya jawab, “Siap, Mas.”

Begitulah yang bisa saya lakukan terhadap senior saya di Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Ketika beliau menawarkan tugas ini kepada saya, tentu karena beliau sedang membutuhkan bantuan. Oleh karena itu, saya harus menunaikannya dengan sebaik mungkin. Segera saya browshing lokasi. 27 km dari rumah, waktu tempuh 49 menit. Siapa dan bagaimana sekolah tersebut? Klik, terpapar. Sekolah tanggap bencana karena dekat dengan Merapi. Parenting dan pengajian wali murid yang diadakan oleh sekolah? Hm… perpaduan kepentingan antara sekolah-guru-murid-stakeholder.

Begitulah kemudahan yang diberikan sebagai dampak kemajuan teknologi. Kebetulan kuliah praktikum al-Islam yang direncanakan jam 06.00 direschedule oleh mahasiswa Fisioterapi karena ada kelas besar. Dakwah di masyarakat juga merupakan ikhtiar  perguruan tinggi  untuk berbagi dan mencerahkan. Selanjutnya menyampaikan pada mas suami untuk meminta izin dan sarannya. Beruntung diizinkan karena mas suami juga mengenal siapa dan bagaimana Mas Jamal yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2015-2020. Mengajak mahasiswa? Ya, disampaikan. Kebetulan ini minggu-minggu terakhir semester, kuliah full, sehingga mahasiswa tidak ada yang bisa ikut.
 
Pagi pun tiba. Dengan motor astrea star, saya melaju ke lokasi. Udara segar pagi memenuhi dada. Terbayang bagaimana para pendahulu melakukan perjalanan dakwah dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun. Saya belum ada apa-apanya dibandingkan perjuangan itu. Beberapa kali saya berhenti untuk menanyakan arah jalan. Hikmah terbesar bagi saya adalah saya menjadi tahu betapa banyaknya geliat dakwah di tengah masyarakat dan dunia pendidikan. Adalah tugas kita para pemerhati pendidikan untuk peduli dan meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat kita. Masih banyak agenda yang membutuhkan partisipasi aktif kita.

Bahagia rasanya akhirnya sampai juga di lokasi. Penerima tamu segera mengantarkan saya ke ruang transit. Ibu kepala sekolah menemui saya. Bu Eka namanya. Sesaat kemudian Pak Mukhlish Majelis Dikdasmen Cabang Ngemplak juga hadir. Acara ini adalah upaya pertama sekolah menghadirkan orang  tua secara serentak saat penerimaan raport. Saya lihat respon orang tua bagus. Sekitar 400 orang tua murid kelas 7,8 dan 9 hadir. Para guru duduk di sisi kiri panggung. Para perwakilan siswa duduk di sisi kanan panggung dengan senyum dan tatap harap remaja.

Ayat Al-Qur’an yang dibaca dan dikaji pada momentum ini adalah surat Al-Ahqaf ayat 15. Sepotong demi sepotong dibaca bersama. Hormat pada orang tua adalah wasiat Allah kepada manusia. Itulah sebabnya kita semua wajib hormat pada orang tua. Dulu, kita pun seorang anak. Kini, kita menjadi orang tua. Tak mudah memang menjadi orang tua. Diperlukan upaya tiada henti dan tak kenal lelah berusaha menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita. Jaman milenial? Menghadapi gempuran dan dampak penggunaan gadget? Jadilah sahabat bagi anak-anak kita. Ingatkan mereka saat-saat shalat, namun tetap dengan cara yang baik. Mutlak.

Ibunya mengandungnya dalam keadaan susah payah. Sejak bulan kesatu hingga kesembilan, banyak hal yang harus diperjuangkan oleh seorang ibu. Mulai mual-mual dan muntah, beban kandungan yang kian berat dari waktu ke waktu, hingga persoalan kecantikan dan keharmonisan hubungan suami dan istri. Bagi para orang tua, ini mengingatkan bahwa anak-anak kita yang kini menginjak usia remaja, dulunya kita perjuangkan dengan susah payah. Para siswa yang duduk di sisi kanan panggung pun senyum-senyum. Mereka pun saatnya mengetahui betapa tak mudahnya menjalani masa kehamilan. Cinta itu tak cukup hanya menyukai dan ingin menikah, namun ada konsekuensi yang mustinya difahami dan dipersiapkan sejak dini juga.

Melahirkannya pun dalam keadaan susah payah. Titik klimaks perjuangan antara hidup dan mati bagi seorang ibu. Karenanya wajar bila pendidikan melakukan upaya memahamkan titik klimaks ini kepada semua pihak, baik stakeholder, guru, komite sekolah, karyawan, siswa dan orang tua. Kita hidup dan mati adalah kehendak Allah. Tentu ada maunya Allah memberikan nafas kehidupan pada setiap jiwa manusia. Tidak ada yang sia-sia. Di mana kebermanfaatan yang mampu diberikan oleh setiap manusia, inilah yang perlu dirumuskan dan diupayakan bersama.

Hingga ketika dia dewasa dan umurnya empat puluh tahun, dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh aku bertobat kepada Engkau dan sungguh aku termasuk orang muslim.”

Tumbuh dewasa itu proses yang berjalan tahap demi tahap. Ketika di usia empat puluh tahun seseorang berdoa demikian, secara psikologis mengajarkan pada kita bahwa orang tersebut mendapatkan perlakuan yang baik dari kedua orang tuanya, ayah dan ibunya. Ayah ibunya merawat dengan penuh cinta, mengasuh dengan hati mulia dan mendidiknya untuk tegaknya tauhid di jiwa. Di titik inilah kita para orang tua semestinya berada dan menjadikannya sebagai paradigma.

Apakah makna paradigma itu? “Jelajahilah bumi dan perhatikan olehmu bagaimana nasib kaum terdahulu”, demikian Qur’an mengingatkan. Persiapkan putra-putri kita untuk menjelajahi bumi. Kemampuan bahasa yang memungkinkan putra-putri kita menjelajah dari satu negri ke negri lainnya, bahasa itulah yang musti mereka kuasai. Berarti pisah dong dengan orang tua?

Ayah dan ibu, saya pun orang tua dari anak-anak kami. Jujur itu tak mudah. Ada sejuta rindu dan asa yang kita punya pada buah hati kita, namun, bukankah Allah telah memberikan amanahNya pada kita? Khalil Gibran berkata, “Putramu bukanlah putramu. Mereka adalah putra-putri kehidupan..” Untuk kehidupan yang damai itulah mereka lahir dan kita persiapkan. Di manapun mereka berada, tauhidlah yang semestinya menjadi pegangan kita. 

Terakhir, mari senantiasa panjatkan doa. Tiada sesembahan kecuali Engkau Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami pada agamaMu. KepadaNyalah kita meminta rizki yang halal, bukan  yang haram. Dialah yang mencukupkan kebutuhan hambaNya, jangan izinkan hati kita berpaling dari segala limpahan nikmat dan rahmatNya. Air yang segar, udara yang lapang, nafas yang terbentang, sehat raga dan sehat jiwa yang terpampang adalah bukti-bukti kekuasaan Tuhan Allah yang tidak mungkin kita ingkari. Hanya bisikan setan yang terus menggoda dan meruntuhkan iman dan keyakinan. Setan tidak pernah rela. Setan akan terus berusaha kita hancur, mengikutinya hingga kita pun masuk ke neraka. Pilihannya ada pada kita, jalan manakah yang akan kita tempuh. Wallahu a’lam.[]

Yogyakarta, 18 Desember 2018

Selasa, 12 Februari 2019

Mendidik Anak Shalih dan Shalihah di Era Milenial


Hasil gambar untuk children millennial muslim














foto: isca.edu.au


Oleh: Sri Lestari Linawati


Setiap orang tua pasti mendambakan anaknya menjadi anak yang shalih dan shalihah, yaitu anak-anak yang menyenangkan hati kedua orang tuanya, menyenangkan hati siapa pun yang memandangnya. Kita mengharapkan anak-anak sehat, pintar, cerdas, juara, terampil, beriman, bertaqwa kepada Allah, berakhlak mulia, berkepribadian mandiri, cerdas, kreatif, terampil, tanggung jawab, produktif.

Pada kenyataannya tidak mewujudkan mimpi dan cita-cita itu. Karakteristik anak jaman sekarang berbeda dengan masa kecil kita dulu. Di antara karakteristik anak jaman sekarang (Nurul, 2018) adalah mempunyai ambisi besar untuk sukses, cenderung praktis dan berfikiran instan, cinta kebebasan, terlalu PD (percaya diri), menyukai hal-hal yang detil, keinginan besar untuk mendapatkan pengakuan, dan mahir menggunakan digital teknologi.

Lebih lanjut Nurul menjelaskan, teknologi memang membuat kehidupan semakin mudah. Jika dicermati, ada segunung manfaat yang bisa diambil dari kemajuan teknologi, antara lain pusat informasi secara umum, “teman” mengerjakan PR, menambah skill/ ketrampilan, informasi khusus, dll.

Kita saksikan anak-anak sudah terpapar teknologi sejak mereka lahir. Mereka melihat kita orang tuanya menggunakan hp, ber-whatsapp, ber-fb, ber-twitter, ber-instagram. Wajar jika mereka meniru apa yang kita lakukan. Anak-anak usia KB dan TK sudah terampil menggunakan dan mengoperasikan kemajuan teknologi tersebut. Bagaimana kita menyikapinya? Tak mudah memang, karena setan akan selalu menggoda manusia hingga hancur dan menderita, lalu masuk neraka. Karena itu, bijak adalah pilihan yang memungkinkan untuk kita lakukan.

Cara terbaik untuk mebuat anak-anak betah di rumah adalah menciptakan suasana yang menyenangkan dan jauh dari kejenuhan. (Dorothy Parker) –dalam buku “Kewaspadaan”, Muhammad Chirzin.

Anak Belajar dari Kehidupan
(Dorothy Low Nolte)

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Surat Al-Ahqaf ayat 15

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.

قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلْمُكَذِّبِينَ

Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

Belajarlah pada induk ayam bagaimana ia mendidik anaknya. []

Pagi cerah di Yogyakarta, 2 Desember 2018